Wedding Puzzles #2 : Seorang Ayah

“Ayah, masih ingat kakak seniorku yang waktu itu..?”

20 tahun sudah, saya menikmati surga dunia yang Allah titipkan lewat ayah saya. Bukan berlebihan jika saya menyebutnya sebagai surga dunia, butuh makan tinggal minta, baju-baju tersedia, tempat tinggal nyaman di pinggiran kota.

Ayah layaknya malaikat yang Allah utus untuk menjaga saya, mengajarkan saya tentang hikmah kehidupan. Ia yang pertama kali memahamkan tentang Pencipta Segala. Ia betul-betul layak saya sebut sebagai malaikat pelindung. Tidak ada putusnya, dari penjagaan yang satu ke penjagaan yang lain.

"Barang siapa memelihara dua anak perempuan, memberi nafkah kepada keduanya dan membaguskan pemeliharaan keduanya sampai keduanya dewasa, maka akan datang di hari kiamat aku dan dia." rasul mengepalkan jari-jari beliau

(HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Hibban)

Hadist ini yang Ayah sampaikan ketika saya menginjak usia remaja. Mau kan, kak, nyelametin Ayah & Mamah di akhirat nanti..? Berbekal hadist ini, saya berusaha menjaga diri dan kehormatan. Juga menjaga adik perempuan saya satu-satunya.

Sesekali kami berdiskusi, tentang kehidupan kuliah, amanah-amanah, kondisi adik-adik, serta rencanya masa depan. Tidak dapat dipungkiri, semakin hari kami semakin paham bahwa saya sudah memasuki masa-masa peralihan. Berjalan untuk beralih dari satu surga ke surga yang lain, dari keluarga intiku membentuk sebuah keluarga baru.

Lamaran itu datang, Ayah sayang..

Saya tidak akan pernah bisa melupakan goresan senyumnya saat membaca segala informasi yang saya berikan. Satu per satu kalimat dibacanya dengan teliti. Sesekali ia tertawa, sejurus kemudian wajahnya kembali serius. Saya paham, bukan hal yang mudah baginya melepaskan titipan Allah dan memastikannya jatuh kepada orang yang tepat.

Hari demi hari berlalu, sudah tidak terhitung berapa kali ia mengusap kepala saya, menceritakan hikmah-hikmah dalam hidupnya, termasuk kehidupan berumah tangga. Ratusan bahkan ribuan stok senyum dan tawa ia keluarkan untuk menenangkan buah hatinya yang sedang mempersiapkan jiwa raganya untuk sebuah pernikahan.

Ayah.. aku sungguh tahu ini tak mudah.

Setiap waktu dan kesempatan, ayah menanamkan nilai-nilai dan prinsip hidup kepada seseorang yang kelak akan menjadi imam saya. Sesekali mereka berdiskusi, membicarakan banyak hal, membentuk kesepahaman yang laras.

Waktu terus berjalan. Doa-doa dipanjatkan, memohon ridhoNya atas apa yang kami usahakan. Mengharap Allah memberikan kekuatan kepada Ayah untuk menggenapkan tugas terakhir bagi anak perempuannya, menikahkan.

Hingga hari itu datang..

read more...

Wedding Puzzles #1 : Keyakinan


“I don’t know much, but I know I love you.. and that maybe all I need to know..”
(Linda Ronstadt & Aaron Neville)

Tidak pernah terbayang sebelumnya –setidaknya dalam logika sederhana saya- bahwa saya akan menerima lamaran seorang laki-laki yang baru saya temui sekali sepanjang hidup. Tidak pernah ada sejarahnya, saya begitu mudah mengambil sebuah keputusan, apalagi untuk sebuah keputusan besar yang akan menentukan kehidupan saya setelahnya, dunia akhirat!

Dalam folder-folder -setengah rapi- di otak saya, ada loker-loker yang harus saya sambangi dalam menentukan sebuah keputusan. Keputusan akan berbuat apa, makan apa, berkunjung ke kediaman siapa, dan sebagainya. Logika saya seringkali menjadi raja dalam setiap aktivitas yang saya lakukan, dan si logika selalu memaksa untuk menjadi yang terdepan.

Jika saya memberikan kesempatan logika berbicara, ia akan bersuara dengan lantang, “mengenal seseorang –apalagi calon suami- tidak bisa hanya sekedar berinteraksi minim dengannya, tidak mungkin hanya sekedar membaca tulisan, tanpa ada interaksi intens di antara kalian berdua”

Tapi.. logika itu bertekuk lutut pada suatu malam. Dikalahkan oleh sebuah desain peradaban..

Ya, sebuah desain peradaban, yang membuat saya tidak perlu berpikir sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya. Tidak perlu bagi saya untuk menambahkan variabel-variabel sekunder dalam menimbang. Cukup satu, sebuah visi.

Tergambar dengan cukup jelas dalam benak saya, bagaimana saya –jika kelak menjadi istrinya- dapat mendayagunakan minat, kesempatan, dan kemampuan untuk mencari keridhoan Pemilik Masa Depan.

Kejernihan dan keseragaman visi, menjadikan sebuah keraguan menjadi keyakinan yang terhujam. Ia menjadi sebuah
booster energi yang tidak pernah putus dalam merancang project-project berkelanjutan. Kejernihannya mengukir senyuman ketika rintangan mulai datang.

Allah-lah yang memberikan karunia keyakinan kepada hamba-hambaNya yang ia kehendaki. Allah pula yang memberikan pemahaman ke dalam setiap hati, kepada siapa kesudahan-yang-baik dipusakakan (7:128).

Bismillah..
:)
read more...

Daisypath Anniversary tickers