14 Mei 1998


“Kak, tungguin ade2 di mobil ya, mamah mau beli susu dulu” kata seorang ibu di suatu sore sambil mencari pecahan uang belanja. Kemudian ibu itu meninggalkan keempat orang anaknya dan masuk ke dalam salah satu swalayan yang lokasinya paling dekat dengan SD tempat anak-anaknya sekolah.

Well, ini hari ulang tahun ku, sepertinya kita mau pesta susu di rumah. Bayangan seorang anak perempuan yang hari itu menginjak usia 9 tahun.

Belum selesai berfantasi ria dengan prediksi-prediksi super pede nya, tiba-tiba mobilnya bergoyang. Anak perempuan itu menoleh ke kanan kiri, bingung. Ia melihat beberapa lelaki dengan raut wajah yang tidak bersahabat menggoyang-goyang mobilnya. Beberapa diantara mereka memegang besi panjang, beberapa lagi membawa botol jirigen bensin.

Adik bungsunya yang baru berumur 4 tahun mulai menangis ketakutan. Anak perempuan itu semakin kebingungan, tidak dapat dipungkiri, ia pun takut. Sumpah serapah keluar dari mulut-mulut lelaki-lelaki itu, tanpa ia tahu apa sebabnya.

Ia dan adik-adiknya melihat ibunya berlari dari kejauhan. Ibu itu menangis. Sambil menunjuk-nunjuk anak-anaknya yang berada di dalam, ibu itu berusaha menepis tangan-tangan yang sedang berusaha menggulingkan dan membakar mobilnya.

Kalap. Euforia demokrasi. Gelap mata.

Tiba-tiba datang seorang laki-laki berbadan kekar, ia menghardik para lelaki itu. Teriakannya melenting keras sampai membuat para lelaki itu diam tak bergeming. Entah siapa dia, tapi kini ia dikenal sebagai pak superman dalam ingatan anak perempuan itu.

Sang ibu masuk ke dalam mobil sambil sesenggukan. Sesegera mungkin ia menghindari kerumunan orang yang sedang merayakan sebuah pesta, pesta demokrasi, katanya. Masih terbayang dalam ingatannya, asap putih yang mengepul dalam swalayan itu ketika ia hendak membayar susu untuk anak-anaknya. Ya, swalayan itu terbakar.

Dari kejauhan, asap putih bercampur gelap mengepul di udara. Seketika kota itu berubah menjadi kota yang menakutkan. Dan, benar adanya, kegiatan pesta bakar-membakar itu terjadi di mana-mana. Jalan-jalan diblokir. Ibu dan anak-anak itu kesulitan untuk pulang. Beberapa kali ibu itu harus memutar balik mobilnya karena di depan sana “pesta” juga sedang berlangsung. Pasrah, ibu itu mengajak anak-anaknya untuk bermalam di masjid hari itu.

Adzan maghrib berkumandang, setelah merasa cukup aman, ibu dan keempat anaknya turun dari mobil. Anak perempuan itu hanya terdiam sambil menggandeng tangan adik perempuannya. Dalam shalatnya, ia hanya berdoa untuk keselamatan hari ulang tahunnya.

-memori 12 tahun silam-

4 comments:

  Anonymous

07:33

met milad ya,
smoga senantiasa diberikan keberkahan dalam usianya, senantiasa istiqomah dan dimudahkan dalam jalan meraih cita-cita.. :)

  mel

09:08

teh, ini beneran teteh ngalamin yaa ?
masyaAllah, ga kebayang rasanya klo mel yg d posisi teteh.
gmn dengan adik2 teteh ? terutama yg masi 4 tahun itu, trauma ga ?

  sofa.rahmannia

20:09

@anonymous : amiin, hatur nuhun ^^

@imel : iya dek, kayak dongeng ya? tapi ada superman-nya, hehehe :p
dulu kan aku masi kecil mel, jd ngga ngerti2 amat juga ^^
adikku juga waktu itu kayaknya kaget+takut aja, cuma waktu itu kita ngga ngerti ada apa gerangan di luar sana *innocent.com

  Intan

17:17

masyaallah, Sofa... kirain siapa yg ada dicerita.. How brave you are

Daisypath Anniversary tickers