Mengapa kita diwajibkan untuk berpuasa pada bulan Ramadhan..?
Sebagian dari kita menjawab : agar kita dapat memahami kondisi saudara-saudara kita yang kurang beruntung, yang seringkali kelaparan
Sebagian lainnya menjawab : agar kita menjadi orang yang bertaqwa, seperti dalam surat Al-Baqarah 183
”Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Well, kalau kita perhatikan lebih jauh,
- agar memahami kondisi saudara kita yg kurang beruntung
- agar kita menjadi orang yang bertaqwa
adalah sebuah akibat dari berpuasa, bukan penyebab..
sekarang, yuk mari kita perhatikan ayat setelahnya..
”Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah...” (Al-Baqarah : 185)
Ramadhan, merupakan bahasa Arab yang berasal dari kata ra-mi-dha. Kata ini memiliki arti ”panas” atau ”panas yang membakar”. Ketika kita berpuasa, maka kita selalu berusaha membersihkan hati, mensucikan diri, menghindari hal-hal yang dilarang dalam Islam. Hingga pada akhirnya kita kembali fitrah pada penghujung bulan, yang sering kita peringati sebagai ”Idul Fitri”.
Pada ayat di atas, kita diwajibkan untuk berpuasa pada bulan Ramadhan karena pada bulan itu Allah menurunkan Al-qur’an yang merupakan petunjuk, penjelasan, dan pembeda bagi manusia. Ketika kita berpuasa, hati yang bersih dan jauh dari perbuatan maksiat akan mengakselerasi kemampuan kita untuk menangkap hikmah dari setiap pelajaran yang kita dapatkan, termasuk ketika mengkaji Al-qur’an. Untuk itu, ketika Ramadhan ini Allah menurunkan begitu banyak hikmah Al-qur’an, Allah mewajibkan berpuasa.
So, sudah sepatutnyalah bagi kita untuk terus bercengkrama dengan Al-qur’an. Bukan hanya sekedar komat-kamit seperti kereta express dengan tujuan akhir khatam beberapa kali sepanjang Ramadhan, namun lebih dari itu, mentadabburinya. Bukankah Al-qur’an itu petunjuk, penjelasan, dan pembeda?
Analogi sederhananya adalah sebagai berikut :
Anggap saja ada seorang ibu yang memiliki anak yang kini sedang bersekolah di Jepang sejak kecil. Sang ibu hanya bisa berbahasa Indonesia, sedangkan si anak hanya berbahasa Jepang. Suatu ketika sang ibu mengirimkan surat kepada anaknya. Ibu itu berpesan agar anak itu membaca surat itu baik-baik, bahkan sang ibu memberikan imbalan 10 rupiah untuk setiap huruf yang dibacanya.
Hingga suatu hari, sang anak pulang ke Indonesia dan menemui ibunya. Kemudian ibu itu bertanya : ”Nak, apakah kau sudah membaca surat dari ibu..?”
Sang anak menjawab : ”Sudah, Bu..”
Sang ibu bertanya lagi : ”Kalau begitu, apa saja nasehat Ibu untukmu, Nak?”
Sang anak tidak dapat menjelaskan isi dari surat itu kepada ibunya, dan tentu sudah dapat kita simpulkan bahwa yang diinginkan oleh sang ibu bukan seperti apa yang dilakukan oleh anaknya.
Mudah-mudahan ini bukan refleksi diri kita ketika membaca Al-qur’an.
Allah berfirman dalam Al-qur’an, mengenai kenikmatan orang-orang yang diberi hikmah.
”Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (Al-Baqarah : 269)
Marhaban yaa Ramadhan, mari kita berdoa dan terus berlomba-lomba untuk menggali hikmah Al-qur’an hingga akhirnya hikmah Ramadhan akan terus membekas di dalam hati kita, sebelas bulan kedepannya, sampai akhir masa.
read more...